APAKAH
PELAKSANAAN BISNIS DI
INDONESIA
SUDAH SESUAI DENGAN
ETIKA BISNIS
Disusun
oleh:
Monika Desy Sulistyawati
K7413106
Pendidikan
Ekonomi
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Kependidikan
Universitas
Sebelas Maret
2013
I.
LATAR BELAKANG
Banyak para pengusaha lokal maupun luar yang
mendirikan bisnis di Indonesia. Di Indonesia tampaknya masalah
penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan
digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn
atau sekedar “lips-service” belaka. Karena memang enforcement dari pemerintahpun belum tampak secara jelas.
Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal
menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi
krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula
memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional
sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan
suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi,
adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan
konsekwen.
Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya
diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik
dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek
etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang terkandung dalam etika
bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu
bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan
oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.
Sudah terlalu banyak kasus pelanggaran etika bisnis yang terjadi di negeri
ini, dari pelaku bisnis terkecil seperti tukang gorengan keliling yang memakai
plastik dalam pembuatan gorengan agar lebih renyah hingga pelaku bisnis besar
seperti perusahaan operator seluler yang didalam iklannya mengandung
kebohongan.
Kini saatnya
pemerintah Indonesia bertindak tegas dalam urusan etika bisnis, tidak hanya itu
masyarakat selaku konsumen seharusnya lebih bisa menjadi “konsumen cerdas”
dalam memilih produk yang akan dibeli. Dengan ini diharapkan
akan timbul kesadaran terhadap para pelaku bisnis agar semua pihak merasa aman.
II.
PERMASALAHAN
Bisnis di Indonesia saat ini berkembang
pesat. Namun, dengan perkembangan tersebut dalam prakteknya tidak sesuai dengan
etika bisnis. Banyak penyelewangan dalam kegiatan bisnis mulai dari bisnis
kecil sampai bisnis besar. Kegiatan bisnis yang tidak sehat sudah lama terjadi,
tapi makin kesini semakin besar peningkattanya. Maka dari itu, perlunya
kesadaran etika bisnis pada para pembisnis. Karena, perbuatan mereka yang
melanggar etika bisnis, akan berdampak pada konsumen maupun pemerintah.
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika Bisnis
a) Pengertian
etika
Kata etika sering kali disebut dalam
kehidupan sehari – hari dan biasanya digunakan dalam konteks yang yang serius
dan prinsipil. Etika berasal dari Yunani Kuno yaitu ethos dalam bentuk tungalnya mempunyai banyak arti seperti tempat
tinggal, kebiasaan, adat. Dan kata jamaknya ta
etha artinya adat kebiasaan. Dan arti terakhir ini yang menjadi pedoman
terbentuknya istilah etika. Jadi etika adalah ilmu tentang adat istiadat.
b) Pengertian
Bisnis
Apa
yang anda bayangkan, ketika mendengar kata bisnis? Apa tersirat tentang perusahaan
besar? atau perusahaan kecil seperti supermarket lokal atau restoran favorit di
daerah anda? Ataukah anda membanyangkan bisnis keluarga seperti bengkel di
sudut jalan atau warung makan di lingungan Anda?
Semua
organisasi itu disebut bisnis ( perusahaan) yaitu organisasi yang menyediakan
jasa atau barang untuk dijual dengan maksud mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis berasal dari bahasa inggris “businnes” dari kata dasar “busy” yang
artinya sibuk dalam kontesk individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam
artian sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, tentu saja prospek mendapatkan laba selisih antara
penerimaan dengan biaya – biaya bisnis, merupakan pendorong orang – orang untuk
memulai dan mengembangkan bisnis. Laba merupakan imbalan pemilik bisnis dari
resiko sewaktu menginvestasikan uang dan waktu mereka. Hak untuk mengejar laba
membedakan bisnis dari organisasi – organisasi lain seperti, universitas,
lembaga pemerintas, rumah sakit, yang beroperasi dengan cara yang sama tetapi
umumnya tidak mengejar laba. Model bisnis ini kontras dengan sistem sosialisik,
dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki pemerintah, masyarakat umu atau serikat
pekerja.
Secara
etimologi, bisnis adalah keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang yang
sibuk melakukan pekerjaan demi menghasilkan keuntungan, kata bisnis itu sendiri
memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya – penggunaan singular kata bisnis
merujuk pada badan usaha yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomi
yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat
merujuk pada sektor tertentu, misalnya “bisnis pertelevisian.”
Penggunaan
yang lebih luas merujuk pada kegiataan para komunitas yang menyediakan barang
atau jasa. Meskipun demkian pengertian “bisnis” masih menjadi bahan perdepatan
sampai saat ini.
c) Pengertian
Etika Bisnis
Etika
bisnis (business ethick) mengacu pada standar perilaku dan nilai – nilai moral
yang menyangkut pada tindakan benar atau salah yang terjadi pada lingkungan
kerja. Standar etis yang buruk dapat mengakibatkan masalah citra publik,
tuntutan hukum yang mahal, tingginya tingkat pencurian oleh karyawan dan sumber
masalah yang mahal lainnya. Pengambilan keputusan etis juga dapat menumbuhkan kepercayaan,
yaitu unsur yang membentuk bagi hubungan yang kuat dengan pelanggan, karyawan
dan organsasi lainnya. Secara khusus, sangatlah penting bagi eksekutif puncak
untuk berperilaku etis, karena pada berbagai studi telah menunjukan bahwa
karyawan meniru perilaku mereka.
B. Perkembangan
Bisnis di Lingkungan Nasional
Perkembangan di lingkungan nasional yang
berupa tren sosial, politis dan masyarakat akan mempengaruhi dinamika
pertumbuhan industri dan perilaku perusahaan dalam industri tadi. Pengaruh ini
akan tumpang tindih dengan pengaruh pemerintah. Untuk mengkaji tren ini dan
akibatnya bagi etika, studi dari Taru Yano, Tokyo akan membantu dalam
memetakkan dinamika tersebut.
Taru Yano, seorang ahli studi
internasional, merangkumkan pemikirannya kedalam sebuah studi teori.
Menurutnya, bila proses perkembangan suatu bangsa dan negara berkembang dengan
baik, maka pada suatu titik tertentu akan muncul suatu pola. Salah satu
diantaranya ialah, tidak-bisa-tidak bangsa tersebut akan melalui proses
transisi dari periode sederhana ke periode yang lebih mapan. Pada masa ini
muncul berbagai masalah-masalah maupun kesempatan baru yang sebelumnya tidak
hadir yang akhirnya menimbulkan disentregrasi atau stagnasi. Jika masa ini
dapat dilalui maka akan mencapai kesejahteraan.
Bila teori ini dikembangkan, timbul suatu
pertanyaan : bagaimanakah secara umum
persoalan bisnis dan etika dilihat dari teori Taru Yano? Pertama, kesadaran
etika dianggap sejajar dengan perkembangan kesejahteraan, maka suatu hal
menjadi ketara pada diagram Toru Yano. Mereka yang standar etis dan praktik
bisnisnya tidak mengalami kemajuan atau berkembang mengikuti ‘’zaman dan etis
yang meningkat’’ akan mengalami kesulitan. Mengapa hal ini terjadi? Kesadaran
etika yang berkembang akan menghasilkan harapan akan perilaku etis yang tinggi.
Bila mana seseorang tidak dapat memenuhinya, karena terbiasa dengan standar
yang rendah. Maka pilihannya hanya dua, yaitu belajar menyesuakan diri dan
mencari daerah dengan standar yang rendah. Kalau tidak dia akan di tolak.
C. Inti
Masalah Etika Bisnis
Masalah etika bisnis bisa terjadi karena
konflik tanggung jawab atau konflik loyalitas. Hal ini muncul karena
kepentingan diri sendiri bertabrakan dengan kepentingan orang lain dan akhirnya
kepentingan prang lain tersebut akhirnya dikorbankan dengan memilih kepntingan
sendiri atau kepentingan kelompoknya sendiri dalam praktek bisnis. Ciri – ciri
masalah etika bisnis antara lain :
a) Memilih
antara salah atau benar.
b) Memilih
antara baik atau buruk.
c) Memiih
tujuan antara tujuan atau cara yang baik.
d) Memilih
survival atau hati nurani.
e) Ada
konfik antara motivasi dan hasil sebab/ akibat yang ditimbulkan
dalam kenyataannya ada
tiga aspek dalam ilmu etika bisnis yang senantiasa tumpang tindih dalam
pembahasan dan sering membingungkan orang yang meneliti masalah etika.
a) Etika
deskriptif : penggambaran etika bisnis secara faktual, tanpa unsur penilian
secara eksplinsit
b) Etika
mataetika : membahas masalah yang kaitannya antara standar moral yang digunakan
dengan kontek budaya atau pola pikir tertentu.
c) Etika
normatif : pembahasan tentang masalah etika bisnis dan penilian terhadapnya
dari sudut moral tertentu.
Menurut
Kenneth E. Goodpaster dalam kaitannya dengan ketiga aspek itu adalah :
Mataetika
|
Akal sehat
|
Pikiran kritis
|
Etika
normatif
|
Etika
diskriptif
|
Berdasarkan
pemahaman ini, maka jelaslah bahwa tidak semua masalah bisnis merupakan masalah
etika bisnis. Seringkali bahwa masalahnya merupakan masalah hukum, manajemen
atau lainya.
Untuk
mempermudah, harus dijelaskan bagaimana masalah hukum dan etika berkaitan
walaupun berbeda. Misalnya, apakah korupsi merupakan masalah etika atau masalah
hukum. Mungkin keduanya, namun lebih mengarah pada gagalnya manajemen
pengawasan. Hal lain yang juga sering menyulitkan adalah pemahaman bahwa kesulitan terbesar dalam
pengambilan keputusan etis terletak pada proses pengambilan keputusannya,
padahal sering kali hal itu terjadi pada saat penjabaran keputusan.
Bila
dikaitkan dengan segi hukum, memang seakan – akan sulit berfikir etis dalam
situasi dimana praktik hukum terasa tidak rapi. Masalah etis seperti yang
terjadi di skema ini.
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN UNTUK MEMENTUKAN
MISI
PERUSAHAAN
|
OBJEKTIF
JANGKA PANJANG
|
STRATEGI
PELAKSANAAN
|
TAKTIK
- TAKTIK
|
Pertama,
ada praktek – praktek bisnis yang etis, misalnya penjual bakmi, membuka bisnis
musik. Ada juga bisnis yang tidak etis, misalnya penyelundupan barang – barang
terlarang. Atau bahkan ada yang tidak jelas bahwa bisnis itu etis atau tidak. Keputusan
bisnis etis itu mengandung dinamika. Umumnya, masyarakat menganggap bisnis yang
etis itu berstatus final. Maksudnya sekali diputuskan tidak dapat diganggu
gugat. Sebenarnya sifat etis tidaknya suatu keputusan tidak hanya berhenti pada
proses pengambilan keputusan itu sendiri, namun juga pada proses
penginformasian dan mengarahkan hasil akhir keputusan. Dengan kata lain,
keputusan etis harus dikendalikan pada berbagai level pelaksanaannya.
Opini
publik terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan tidak hanya didasarkan pada
status hukum, namun juga status etisnya. Etika dan hukum, yang meskipun
berjalan seiring, adalah dua hal yang berbeda. Etika berbicara mengenai hal
baik buruk, benar salah, patut dan tidak patut. Sedangkan hukum adalah kodifasi
dan pelembagaan secara resmidari hal – hal yang dianggap benar atau salah yang
berlaku didalam masyarakat untuk masa tertentu.
Untuk
situasi saat ini, perkembangan bisnis di lingkup makro kita pada umumnya,
membuat orang perpendapat bahwa berbisnis secara etis sulit dilakukan. Aliansi
diantara kekuasaan politik, potensi bisnis dan penguasaan teknologi membuat
pengambilan keputusan terjadi pada level yang terbatas. Sehingga, sebagian
masyarakat tidak merasa terlibat, apalagi secara tanggung jawab etis. Akan tetapi,
sebagian masyarakat di kota besar, terutama konglomerat menikmati produk dan
jasa perusahaan.
Dalam
tingkat mikro pada perusahaan, masalahnya lebih kompleks. Pengaruh budaya
perusahaan terutama pada nilai – nilai
yang dianut akan sangat menentukan keputusan dan tindakan etisnya. Kesulitan
terbesar adalah seringnya budaya perusahaan tersebut tidak terasa jelas. sering
juga terjadi pada karyawan atau manajer yang tidak mempunyai keberanian untuk
mengemukakan hasrat untuk bertindak etis dan memiliki konsep dirisebagai orang
yang etis. Disamping itu, juga terdengar bahwa percuma saja membicarakan hal
etika karena etika dan bisnis tidak bisa di satukan. Sedangkan, bila mau
berbisnis dengan baik, maka etika harus dikorbankan atau ditawar ulang. Oleh
karena itu, orang yang baik dan berbudi yang melakukan bisnis akan terjebak
pada pragmatisme:
1. Bergumul
dalam hatinya namun terus melanjutkan praktik bisnis yang tidak bersifat etis.
2. Menghalalkan
berbagai cara, namun membagi sebagian hasil bisnisnya untuk agama dan
masyarakat.
3. Mengabaikan
hari nurani dan kotmitmen etisnya, serta menganut moral ganda.
Bagaimana
dengan peran agama? Di tengah lingkup mikro seperti telah diungkapkan
sebelumnya, pengaruh hidup agama dalam kenyataan hidup hanya mengubah pola
interaksi antarpribadi dan jarang mempengaruhi perubahan sistemnya, baik
ditingkat perusahaan maupun ditingkat yang lebih luas.
Seperti
yang telah disinggung, diantara pribadi – pribadi yang relegiuspun perbedaan
persepsi etis sering terjadi. Namun sedikit sekali kita mendapat contoh seorang
beriman yang melakukan kegiatan bisnis yang jujur dan berhasil mengembangkan
perusahaannya. Bagaimanapun juga, secara nyata seseorang yang berada pada
situasi sulit seakan harus mengambil sikap yang lebih fleksibel walaupun dengan
intensi mengimplementasi imannya secara baik.
Berbicara
mengenai etika dalam kaitan dengan bisnis dan investasi, tidak cukup hanya
dengan membahas teori-teori yang secara umum dianut pelaku bisnis atau para
investor, akan tetapi juga perlu membahas penerapan dan pelaksanaannya dalam
praktek bisnis, investasi, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini akan
dibahas beberapa ilustrasi mengenai praktek etika dalam berbagai segi
kehidupan, yang bila diperhatikan secara mendalam akan menampakkan gejala upaya
penghindaran yang disadari atau tidak dilakukan oleh sebagian anggota
masyarakat.
1. Benci
Tapi Beli : Kasus Timor (mobnas).
Benci tapi beli, proyek mobil Timor yang dikenal dengan proyek Mobnas (mobil nasional) oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap sebagai proyek penyelundupan hukum yang dilakukan secara terang-terangan, dan tentunya melakukan pelanggaran di berbagai bidang hukum, mulai dari perpajakan sampai kaedah hukum internasional yang terdapat di komitmen Indonesia di WTO (World Trade Organization). Namun, tidak dapat disangkal bahwa dibalik itu mobil Timor termasuk mobil yang laku di pasar.
Benci tapi beli, proyek mobil Timor yang dikenal dengan proyek Mobnas (mobil nasional) oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap sebagai proyek penyelundupan hukum yang dilakukan secara terang-terangan, dan tentunya melakukan pelanggaran di berbagai bidang hukum, mulai dari perpajakan sampai kaedah hukum internasional yang terdapat di komitmen Indonesia di WTO (World Trade Organization). Namun, tidak dapat disangkal bahwa dibalik itu mobil Timor termasuk mobil yang laku di pasar.
2.
Anti
Bank - Pro Deposito
Ketika
krisis mulai melanda Indonesia, banyak orang yang berteriak anti konglomerat
tapi dibalik itu sebagian dari mereka berlomba mendepositokan uangnya di
bank-bank milik konglomerat. Ketika terungkap kasus-kasus yang membuka
ketidaksehatan bank-bank di Indonesia, hampir semua orang memandang dengan
sinis terhadap bank-bank milik konglomerat dan menganggap bahwa bank-bank tersebut
merupakan salah satu penyebab krisis ekonomi Indonesia. Namun dibalik itu,
berbondong-bondong orang memasukkan uangnya di dalam deposito karena tingginya
bunga bank pada waktu itu.
3.
Benci Krisis Beli Dolar
Semua orang mengeluh terhadap krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia tapi bila kita perhatikan banyak sekali orang yang berlomba-lomba beli dolar. Money-changer dipenuhi oleh orang-orang, mulai dari pedagang sampai dengan ibu rumah tangga. Semua orang jadi ahli valuta asing dan ahli moneter, dan mengikuti perkembangan harga valuta asing dengan seksama untuk mencari keuntungan dari perdagangan valuta asing.
Semua orang mengeluh terhadap krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia tapi bila kita perhatikan banyak sekali orang yang berlomba-lomba beli dolar. Money-changer dipenuhi oleh orang-orang, mulai dari pedagang sampai dengan ibu rumah tangga. Semua orang jadi ahli valuta asing dan ahli moneter, dan mengikuti perkembangan harga valuta asing dengan seksama untuk mencari keuntungan dari perdagangan valuta asing.
4.
Benci Perusahaan Beli Saham
Contoh lainnya adalah banyaknya orang yang menganjurkan untuk tidak merokok, banyak yang benci rokok, namun kita lihat kenyataan bahwa saham perusahaan rokok mempunyai kapitalisasi paling besar di Bursa Efek, dan orang-orang berlomba membeli saham perusahaan rokok. Apakah ini melanggar ketentuan hukum? Tentu saja tidak, namun seperti dikatakan di atas, etika tidak dapat hanya dilihat dari sudut pandang hukum positif yang berlaku. Ini berkaitan dengan etika investasi seperti yang telah disebutkan di atas.
Contoh lainnya adalah banyaknya orang yang menganjurkan untuk tidak merokok, banyak yang benci rokok, namun kita lihat kenyataan bahwa saham perusahaan rokok mempunyai kapitalisasi paling besar di Bursa Efek, dan orang-orang berlomba membeli saham perusahaan rokok. Apakah ini melanggar ketentuan hukum? Tentu saja tidak, namun seperti dikatakan di atas, etika tidak dapat hanya dilihat dari sudut pandang hukum positif yang berlaku. Ini berkaitan dengan etika investasi seperti yang telah disebutkan di atas.
5.
Eksploitasi Anak Dalam Bisnis - iklan,
hiburan, film
Sementara hampir semua orang berteriak tentang perlindungan anak-anak, di televisi iklan yang menggunakan anak-anak semakin gencar. Eksploitasi anak masih merupakan hal yang sangat jarang diperhatikan di Indonesia, apalagi bagi para pelaku bisnis. Semakin maraknya iklan di televisi yang menggunakan anak, bahkan bayi, sebagai penarik konsumen, menandakan rancunya jalan pemikiran masyarakat dalam kaitannya dengan etika. Sebagian besar masyarakat belum dapat membedakan eksploitasi dengan pengejaran keuntungan yang tidak melanggar etika bisnis.
Sementara hampir semua orang berteriak tentang perlindungan anak-anak, di televisi iklan yang menggunakan anak-anak semakin gencar. Eksploitasi anak masih merupakan hal yang sangat jarang diperhatikan di Indonesia, apalagi bagi para pelaku bisnis. Semakin maraknya iklan di televisi yang menggunakan anak, bahkan bayi, sebagai penarik konsumen, menandakan rancunya jalan pemikiran masyarakat dalam kaitannya dengan etika. Sebagian besar masyarakat belum dapat membedakan eksploitasi dengan pengejaran keuntungan yang tidak melanggar etika bisnis.
Masih
adanya praktek – praktek bisnis yang secara terang – terangan melanggar norma
dan nilai – nilai. ada beberapa jawaban yang bisa diberikan :
1. Itu
adalah hal yang manusiawi bahwa tidak ada seseorang satupun yang bersih dan
seratus persen etis dalam tindakkannya. Itu berarti manusiawi juga bahwa masih
ada pelanggaran dalam dunia bisnis, bahkan kalaupun pelaku bisnis sudah
menyadari betapa pentingnya berbisnis secara etis dan baik. Tapi ini tidak
berarti bahwa bisnis tidak mengenal etika.
2. Secara
khusus bisnis di Indonesia, praktek bisnis yang tidak etis, tidak baik dan
tidak fair. Sesungguhnya, hal itu
disebabkan oleh sisitem ekonomi dan politik kita. Artinya, dimana suatu
perusahan yang menang adalah perusahan yang mencari jalan pintas dengan
memonopoli hak istimewa, perlindungan istimewa, kolusi, serta memanfaatkan
jalur – jalur nepolisme yang ada. Maka akan sulit untuk menciptakan praktek
bisnis yang etis dan baik. Dalam keadaan tersebut, jika pelaku bisnis melakukan
bisnisnya dengan etis dan baik, maka dia akan disebut gila. Tapi jika
perusahaan besar masih menjalankan bisnisnya dengan moral, maka hal itu tidak
akan menjadi masalah yang besar. Namun, bagi perusahaan lain hal itu tidak akn
bertahan lama. Maka, mereka beramai – ramai mencari koneksi, monopoli, kolusi
melalui permainan dan manipulasi kotor yang merusak praktik bisnis. Dengan kata
lain, kesadaran berbisnis secara etis dan baik belum memadai kalau tidak
disertai dengan sistem ekonomi politik yang memberlakukan peraturan bisnis yang
baik sera disertai dengan aparat pemerintahan yang bersifat tegas dan netral
serta tidak pandang buku kepada siapa saja yang melanggar hak dan kepentingan
orang lain. Maka, kesadaran tentang perilaku bisnis yang baik dan etis akan
terlaksana dalam praktik bisnis. Terlepas dari kenyataan masih ada saja yang
melanggar etika bisnis disana sini.
3. Ada
kemungkinan lain bahwa praktik bisnis melanggar norma dan nilai tertentu,
karena pelakunya berada pada keadaan terpaksa. Artinya, dia sadar apa yang dia
lakuakan telah melanggar etika bisnis, tapi dia terpaksa melakukannya karena
alasan – alasan tertentu dan masuk akal dan dapat diterima. Dan pada kasus ini
tidak perku diikutuk namun dimaklumi, kendati dalam segi hukumnya pelaku tetap
dituntut
D. Prinsip
– Prinsip Etika Bisnis
Prinsip – prinsip dari etika bisnis
sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika secara umumnya. Dan karena
itu,tanpa melupakan kekhasan sisitem atau nilai dari masyarakat bisnis disini
secara umum dapat dikemukan beberapa prinsip etika bisnis tersebut.
1. Prinsip
otonomi : dimana sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.orang
otonom adalah orang yang sadar tentang apa yang menjadi kewajibannya di dalam
dunia bisnis.
2. Prinsip
kejujuran : kini praktisi mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan
dasar kegiatan bisnis yang baik dan berjangka panjang. Dalam dunia bisnis
kejujuran menemukan wujudnya kedalam beberapa aspek:
a. Kejujuran
terwujud dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontrak.
b. Kejujuran
menemukan wujudnya di dalam penawaran barang dan jasa dalam mutu yang baik.
c. Kejujuran
menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan.
Di dalam kejujuran
terkait erat dengan kepercayaan. Dimana kepercayaan ini merupakan aset yang berharga
bagi urusan bisnis, merupakan dasar usaha yang mngalirkan keuntungan berlimpah
– limpah.
3. Prinsip
tidak berbuat jahat dan berbuat baik. Kedua prinsip ini berintikan prinsip
moral yang baik kepada orang lain. Kita dituntut berbuat baik kepada siapa saja.
Atas dasar prinsip inilah bisa dibangun semua prinsi yang lainnnya, misalnya
kejujuran, tanggung jawab, keadilan dan sebagainya. Perwujudan kedua prinsip
ini mengambil dua bentuk. Prinsip berbuat baik menuntut agar secara aktif dan
maksimal kita semua berbuat baik kepada semua orang. Kedua, dengan wujud
minimal dan pasif, sikap ini menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada
orang lain.
4. Prinsip
keadilan : prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan
haknya. Dalam arti tertentu prinsip ini menunjang ketiga prinsip diatas.
Prinsip ini mengatur kita agar bertindak sedemikian rupa, sehingga hak semua
orang terlaksana secara kurang lebih sama sesuai dengan apa yang menjadi
haknya.
5. Prinsip
hormat pada diri sendiri : dalam arti tertentu, prinsip ini sudah mencangkup
pada prinsip pertama dan kedua. Tapi disini disengaja dirumuskan secara khusus
untuk menunjukan bahwa kita semua mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya
untuk menghargai diri kita sendiri, sebagai pribadi yang mempunyai nilai sama
seperti pribadi lainnya.
E. Aliran
Metode Etika
Dalam pengambilan keputusan etis orang
banyak memiliki pertimbangan. Secara sederhana pertimbangan tadi dapat
dipetakan atau diklasifikasikan. Selanjutnya pertimbangan ini dikenal dengan
metode etika. Tujuannya bukanlah untuk mencari pertimbangan yang
direkomendasikan, tapi untuk mencapai kejelasan pertimbangan mana yang sering
kita pergunakan. Metode disisni berarti proses pertimbangan dan proses titik
berangkatnya.
a. Utilitarianisme
Adalah metode
pengambilan keputusan hasil yang berpusat pada pertimbangan tentang hasil.
Keunggulan metode ini dapat dilihat pada penekanan atas pertimbangan raional.
Perimbangan dan penekanan tersebut mencangkuo kegunaan dan manfaat dalam jangka
waktu pendek maupun panjang. Ada tiga aspek yang selalu dipertimbangkan :
1. Dimensi
waktu: jangka panjang dan pendek
2. Penerimaan
: siapa yang termasuk di dalam mereka yang diperhitungkan
3. Dimensi
konsistensi rasionalitas
Metode ini berkonflik pada dirisendiri.
Tujuannya untuk menghasilkan sebaik – baiknya, mungkin dari sebagian orang
sering mengalami kesulitan. Bila jumlah manusia sebagai perhatian utama,
mungkin sering kali kualitas kebaikan ysng mau dihasilkan dan distribusikan
akan dikorbankan. Sebaliknya, jika kebaikan akan diutamakan, maka jumlah yang
ingin dicapai akan dikorbankan. Mencari keseimbangan didua hal ini dapat
menghasilkan keputusan yang rancu dan tidak memenuhi kaedah metode ini. Bahaya
yang terbesar adalah apabila utilitarisme jatuh pada tirani dari mayoritas,
dimana pengambilan hal yang baik dan siapa yang harus diperhitungkan semata –
mata diambil dari sudut pandang mayoritas.
b. Deontologi
Metode
ini menekankan pada kewajiban sebagia faktir utama yang menjadi
acuan.keunggulan dari metode ini adalah konsistensinya serta kelemahannya ini
terletak pada kakunya metode ini.
c. Kontrak
sosial
Metode
ini menekankan pada keadilan. Keadilan ini didefisinasikan sebagai suatu dimana
pribadi diberikan penghargaan yang sama.
d. Egoisme
Metode
ini memekankan pada keputusan dan tindakan yang menghasilkan kebaikan pada
kepentingan pribadi. Kekuatan dari metode ini terdapat di dalam fleksibilitas
tindakan dan keputusan yang diambil. Senua tindakan harus dievaluasi dari sudut
kepentingan jangka panjang sehingga berbagai pilihan dapat dimunculkan.
Kekuatan lainnya adalah realitasnya, yaitu memang setiap orang memiliki
motivasi yang besar untuk memperhatikan kepentingannya sendiri. Kelemahan dari
teori ini terletak pada keyakinan orang yang mempertimbangkan dengan seksama
segala kompleksitas tindakannya dalam perspektif jangka panjang.
IV.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di
dalam dunia ini bisnis, etika bisnis merupakan harga mati bagi para pelakunya,
dan tidak bisa ditawar lagi.
Pada
kenyataannya praktek bisnis yang ada di indonesia sulit dilakukan secara
bersih, dimana dalam prakteknya ini banyak pelaku bisnis yang melanggar etika
bisnis. Anggapan sulitnya berbisnis jika sesuai dengan etika yang selama ini
mereka anut menyebabkan bisnis yang ada di Indonesia sulit berkembang dengan
baik.
Paradigma
seperti diatas harus dihapuskan, karena etika bisnis sekarang ini terasa sangat penting. membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai
kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu
landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi
yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang
andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.
B. SARAN
Tindakan
yang etis, bagi perusahaan pada dasarnya akan memancing tindakan balasan
dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat pro produktif.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia
bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin dapat
menjadikan perusahaan menjadi kokoh. Kita harus mensinergikan antara etika
dengan bisnis dengan menggunakan perilaku etika untuk mencapai sukses jangka
panjang dalam sebuah bisnis.
V.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Chandra,
Robby I. (1995). Etika Dunia Bisnis.
Jakarta: Penerbit Kanisius
2. Agung,
Lilik A.M. (2010). Ketika Nurani Ikut
Berbisnis. Jakarta: Elex Media Komputindo
3. Keraf,
Dr. A Sonny. (2000). Pustaka Filsafat
ETIKA BISNIS, Tuntutan dan Relevansinya. Jakarta : Penerbit Kanisius
No comments:
Post a Comment