Sunday, June 15, 2014

APAKAH PELAKSANAAN BISNIS SUDAH SESUAI DENGAN ETIKA BISNIS


APAKAH PELAKSANAAN BISNIS DI
INDONESIA SUDAH SESUAI DENGAN
 ETIKA BISNIS
Disusun oleh:
Monika  Desy Sulistyawati
K7413106

Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan
Universitas Sebelas Maret
2013

I.                  LATAR BELAKANG

Banyak para pengusaha lokal maupun luar yang mendirikan bisnis di Indonesia. Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya baru sampai tahap pernyataan-pernyaaatn atau sekedar “lips-service” belaka. Karena memang enforcement dari pemerintahpun belum tampak secara jelas.
Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun 1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara benar, konsisten dan konsekwen.
Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.
Sudah terlalu banyak kasus pelanggaran etika bisnis yang terjadi di negeri ini, dari pelaku bisnis terkecil seperti tukang gorengan keliling yang memakai plastik dalam pembuatan gorengan agar lebih renyah hingga pelaku bisnis besar seperti perusahaan operator seluler yang didalam iklannya mengandung kebohongan.
Kini saatnya pemerintah Indonesia bertindak tegas dalam urusan etika bisnis, tidak hanya itu masyarakat selaku konsumen seharusnya lebih bisa menjadi “konsumen cerdas” dalam memilih produk yang akan dibeli. Dengan ini diharapkan akan timbul kesadaran terhadap para pelaku bisnis agar semua pihak merasa aman.




























II.               PERMASALAHAN

Bisnis di Indonesia saat ini berkembang pesat. Namun, dengan perkembangan tersebut dalam prakteknya tidak sesuai dengan etika bisnis. Banyak penyelewangan dalam kegiatan bisnis mulai dari bisnis kecil sampai bisnis besar. Kegiatan bisnis yang tidak sehat sudah lama terjadi, tapi makin kesini semakin besar peningkattanya. Maka dari itu, perlunya kesadaran etika bisnis pada para pembisnis. Karena, perbuatan mereka yang melanggar etika bisnis, akan berdampak pada konsumen maupun pemerintah.











III.           PEMBAHASAN

A.    Pengertian Etika Bisnis

a)      Pengertian etika
Kata etika sering kali disebut dalam kehidupan sehari – hari dan biasanya digunakan dalam konteks yang yang serius dan prinsipil. Etika berasal dari Yunani Kuno yaitu ethos dalam bentuk tungalnya mempunyai banyak arti seperti tempat tinggal, kebiasaan, adat. Dan kata jamaknya ta etha artinya adat kebiasaan. Dan arti terakhir ini yang menjadi pedoman terbentuknya istilah etika. Jadi etika adalah ilmu tentang adat istiadat.
b)      Pengertian  Bisnis
Apa yang anda bayangkan, ketika mendengar kata bisnis? Apa tersirat tentang perusahaan besar? atau perusahaan kecil seperti supermarket lokal atau restoran favorit di daerah anda? Ataukah anda membanyangkan bisnis keluarga seperti bengkel di sudut jalan atau warung makan di lingungan Anda?
Semua organisasi itu disebut bisnis ( perusahaan) yaitu organisasi yang menyediakan jasa atau barang untuk dijual dengan maksud mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis berasal dari bahasa inggris “businnes” dari kata dasar “busy” yang artinya sibuk dalam kontesk individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Dalam ekonomi kapitalis, tentu saja prospek mendapatkan laba selisih antara penerimaan dengan biaya – biaya bisnis, merupakan pendorong orang – orang untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Laba merupakan imbalan pemilik bisnis dari resiko sewaktu menginvestasikan uang dan waktu mereka. Hak untuk mengejar laba membedakan bisnis dari organisasi – organisasi lain seperti, universitas, lembaga pemerintas, rumah sakit, yang beroperasi dengan cara yang sama tetapi umumnya tidak mengejar laba. Model bisnis ini kontras dengan sistem sosialisik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki pemerintah, masyarakat umu atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis adalah keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang yang sibuk melakukan pekerjaan demi menghasilkan keuntungan, kata bisnis itu sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya – penggunaan singular kata bisnis merujuk pada badan usaha yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomi yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor tertentu, misalnya “bisnis pertelevisian.”
Penggunaan yang lebih luas merujuk pada kegiataan para komunitas yang menyediakan barang atau jasa. Meskipun demkian pengertian “bisnis” masih menjadi bahan perdepatan sampai saat ini.

c)      Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis (business ethick) mengacu pada standar perilaku dan nilai – nilai moral yang menyangkut pada tindakan benar atau salah yang terjadi pada lingkungan kerja. Standar etis yang buruk dapat mengakibatkan masalah citra publik, tuntutan hukum yang mahal, tingginya tingkat pencurian oleh karyawan dan sumber masalah yang mahal lainnya. Pengambilan keputusan etis juga dapat menumbuhkan kepercayaan, yaitu unsur yang membentuk bagi hubungan yang kuat dengan pelanggan, karyawan dan organsasi lainnya. Secara khusus, sangatlah penting bagi eksekutif puncak untuk berperilaku etis, karena pada berbagai studi telah menunjukan bahwa karyawan meniru perilaku mereka.

B.   Perkembangan Bisnis di Lingkungan Nasional
Perkembangan di lingkungan nasional yang berupa tren sosial, politis dan masyarakat akan mempengaruhi dinamika pertumbuhan industri dan perilaku perusahaan dalam industri tadi. Pengaruh ini akan tumpang tindih dengan pengaruh pemerintah. Untuk mengkaji tren ini dan akibatnya bagi etika, studi dari Taru Yano, Tokyo akan membantu dalam memetakkan dinamika tersebut.
Taru Yano, seorang ahli studi internasional, merangkumkan pemikirannya kedalam sebuah studi teori. Menurutnya, bila proses perkembangan suatu bangsa dan negara berkembang dengan baik, maka pada suatu titik tertentu akan muncul suatu pola. Salah satu diantaranya ialah, tidak-bisa-tidak bangsa tersebut akan melalui proses transisi dari periode sederhana ke periode yang lebih mapan. Pada masa ini muncul berbagai masalah-masalah maupun kesempatan baru yang sebelumnya tidak hadir yang akhirnya menimbulkan disentregrasi atau stagnasi. Jika masa ini dapat dilalui maka akan mencapai kesejahteraan.
Bila teori ini dikembangkan, timbul suatu pertanyaan : bagaimanakah  secara umum persoalan bisnis dan etika dilihat dari teori Taru Yano? Pertama, kesadaran etika dianggap sejajar dengan perkembangan kesejahteraan, maka suatu hal menjadi ketara pada diagram Toru Yano. Mereka yang standar etis dan praktik bisnisnya tidak mengalami kemajuan atau berkembang mengikuti ‘’zaman dan etis yang meningkat’’ akan mengalami kesulitan. Mengapa hal ini terjadi? Kesadaran etika yang berkembang akan menghasilkan harapan akan perilaku etis yang tinggi. Bila mana seseorang tidak dapat memenuhinya, karena terbiasa dengan standar yang rendah. Maka pilihannya hanya dua, yaitu belajar menyesuakan diri dan mencari daerah dengan standar yang rendah. Kalau tidak dia akan di tolak.

C.     Inti Masalah Etika Bisnis
Masalah etika bisnis bisa terjadi karena konflik tanggung jawab atau konflik loyalitas. Hal ini muncul karena kepentingan diri sendiri bertabrakan dengan kepentingan orang lain dan akhirnya kepentingan prang lain tersebut akhirnya dikorbankan dengan memilih kepntingan sendiri atau kepentingan kelompoknya sendiri dalam praktek bisnis. Ciri – ciri masalah etika bisnis antara lain :
a)      Memilih antara salah atau benar.
b)      Memilih antara baik atau buruk.
c)      Memiih tujuan antara tujuan atau cara yang baik.
d)     Memilih survival atau hati nurani.
e)      Ada konfik antara motivasi dan hasil sebab/ akibat yang ditimbulkan
dalam kenyataannya ada tiga aspek dalam ilmu etika bisnis yang senantiasa tumpang tindih dalam pembahasan dan sering membingungkan orang yang meneliti masalah etika.
a)      Etika deskriptif : penggambaran etika bisnis secara faktual, tanpa unsur penilian secara eksplinsit
b)      Etika mataetika : membahas masalah yang kaitannya antara standar moral yang digunakan dengan kontek budaya atau pola pikir tertentu.
c)      Etika normatif : pembahasan tentang masalah etika bisnis dan penilian terhadapnya dari sudut moral tertentu.



Menurut Kenneth E. Goodpaster dalam kaitannya dengan ketiga aspek itu adalah :
Mataetika
Akal sehat
Pikiran kritis
Etika normatif
Etika diskriptif









Berdasarkan pemahaman ini, maka jelaslah bahwa tidak semua masalah bisnis merupakan masalah etika bisnis. Seringkali bahwa masalahnya merupakan masalah hukum, manajemen atau lainya.
Untuk mempermudah, harus dijelaskan bagaimana masalah hukum dan etika berkaitan walaupun berbeda. Misalnya, apakah korupsi merupakan masalah etika atau masalah hukum. Mungkin keduanya, namun lebih mengarah pada gagalnya manajemen pengawasan. Hal lain yang juga sering menyulitkan adalah  pemahaman bahwa kesulitan terbesar dalam pengambilan keputusan etis terletak pada proses pengambilan keputusannya, padahal sering kali hal itu terjadi pada saat penjabaran keputusan.
Bila dikaitkan dengan segi hukum, memang seakan – akan sulit berfikir etis dalam situasi dimana praktik hukum terasa tidak rapi. Masalah etis seperti yang terjadi di skema ini.



PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMENTUKAN
MISI PERUSAHAAN
OBJEKTIF JANGKA PANJANG
STRATEGI PELAKSANAAN
TAKTIK - TAKTIK









Pertama, ada praktek – praktek bisnis yang etis, misalnya penjual bakmi, membuka bisnis musik. Ada juga bisnis yang tidak etis, misalnya penyelundupan barang – barang terlarang. Atau bahkan ada yang tidak jelas bahwa bisnis itu etis atau tidak. Keputusan bisnis etis itu mengandung dinamika. Umumnya, masyarakat menganggap bisnis yang etis itu berstatus final. Maksudnya sekali diputuskan tidak dapat diganggu gugat. Sebenarnya sifat etis tidaknya suatu keputusan tidak hanya berhenti pada proses pengambilan keputusan itu sendiri, namun juga pada proses penginformasian dan mengarahkan hasil akhir keputusan. Dengan kata lain, keputusan etis harus dikendalikan pada berbagai level pelaksanaannya.
Opini publik terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan tidak hanya didasarkan pada status hukum, namun juga status etisnya. Etika dan hukum, yang meskipun berjalan seiring, adalah dua hal yang berbeda. Etika berbicara mengenai hal baik buruk, benar salah, patut dan tidak patut. Sedangkan hukum adalah kodifasi dan pelembagaan secara resmidari hal – hal yang dianggap benar atau salah yang berlaku didalam masyarakat untuk masa tertentu.
Untuk situasi saat ini, perkembangan bisnis di lingkup makro kita pada umumnya, membuat orang perpendapat bahwa berbisnis secara etis sulit dilakukan. Aliansi diantara kekuasaan politik, potensi bisnis dan penguasaan teknologi membuat pengambilan keputusan terjadi pada level yang terbatas. Sehingga, sebagian masyarakat tidak merasa terlibat, apalagi secara tanggung jawab etis. Akan tetapi, sebagian masyarakat di kota besar, terutama konglomerat menikmati produk dan jasa perusahaan.
Dalam tingkat mikro pada perusahaan, masalahnya lebih kompleks. Pengaruh budaya perusahaan terutama pada  nilai – nilai yang dianut akan sangat menentukan keputusan dan tindakan etisnya. Kesulitan terbesar adalah seringnya budaya perusahaan tersebut tidak terasa jelas. sering juga terjadi pada karyawan atau manajer yang tidak mempunyai keberanian untuk mengemukakan hasrat untuk bertindak etis dan memiliki konsep dirisebagai orang yang etis. Disamping itu, juga terdengar bahwa percuma saja membicarakan hal etika karena etika dan bisnis tidak bisa di satukan. Sedangkan, bila mau berbisnis dengan baik, maka etika harus dikorbankan atau ditawar ulang. Oleh karena itu, orang yang baik dan berbudi yang melakukan bisnis akan terjebak pada pragmatisme:
1.      Bergumul dalam hatinya namun terus melanjutkan praktik bisnis yang tidak bersifat etis.
2.      Menghalalkan berbagai cara, namun membagi sebagian hasil bisnisnya untuk agama dan masyarakat.
3.      Mengabaikan hari nurani dan kotmitmen etisnya, serta menganut moral ganda.
Bagaimana dengan peran agama? Di tengah lingkup mikro seperti telah diungkapkan sebelumnya, pengaruh hidup agama dalam kenyataan hidup hanya mengubah pola interaksi antarpribadi dan jarang mempengaruhi perubahan sistemnya, baik ditingkat perusahaan maupun ditingkat yang lebih luas.
Seperti yang telah disinggung, diantara pribadi – pribadi yang relegiuspun perbedaan persepsi etis sering terjadi. Namun sedikit sekali kita mendapat contoh seorang beriman yang melakukan kegiatan bisnis yang jujur dan berhasil mengembangkan perusahaannya. Bagaimanapun juga, secara nyata seseorang yang berada pada situasi sulit seakan harus mengambil sikap yang lebih fleksibel walaupun dengan intensi mengimplementasi imannya secara baik.
Berbicara mengenai etika dalam kaitan dengan bisnis dan investasi, tidak cukup hanya dengan membahas teori-teori yang secara umum dianut pelaku bisnis atau para investor, akan tetapi juga perlu membahas penerapan dan pelaksanaannya dalam praktek bisnis, investasi, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini akan dibahas beberapa ilustrasi mengenai praktek etika dalam berbagai segi kehidupan, yang bila diperhatikan secara mendalam akan menampakkan gejala upaya penghindaran yang disadari atau tidak dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat.
1.      Benci Tapi Beli : Kasus Timor (mobnas).      
Benci tapi beli, proyek mobil Timor yang dikenal dengan proyek Mobnas (mobil nasional) oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap sebagai proyek penyelundupan hukum yang dilakukan secara terang-terangan, dan tentunya melakukan pelanggaran di berbagai bidang hukum, mulai dari perpajakan sampai kaedah hukum internasional yang terdapat di komitmen Indonesia di WTO (World Trade Organization). Namun, tidak dapat disangkal bahwa dibalik itu mobil Timor termasuk mobil yang laku di pasar.
2.       Anti Bank - Pro Deposito
Ketika krisis mulai melanda Indonesia, banyak orang yang berteriak anti konglomerat tapi dibalik itu sebagian dari mereka berlomba mendepositokan uangnya di bank-bank milik konglomerat. Ketika terungkap kasus-kasus yang membuka ketidaksehatan bank-bank di Indonesia, hampir semua orang memandang dengan sinis terhadap bank-bank milik konglomerat dan menganggap bahwa bank-bank tersebut merupakan salah satu penyebab krisis ekonomi Indonesia. Namun dibalik itu, berbondong-bondong orang memasukkan uangnya di dalam deposito karena tingginya bunga bank pada waktu itu.
3.       Benci Krisis Beli Dolar
Semua orang mengeluh terhadap krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia tapi bila kita perhatikan banyak sekali orang yang berlomba-lomba beli dolar. Money-changer dipenuhi oleh orang-orang, mulai dari pedagang sampai dengan ibu rumah tangga. Semua orang jadi ahli valuta asing dan ahli moneter, dan mengikuti perkembangan harga valuta asing dengan seksama untuk mencari keuntungan dari perdagangan valuta asing.
4.      Benci Perusahaan Beli Saham
Contoh lainnya adalah banyaknya orang yang menganjurkan untuk tidak merokok, banyak yang benci rokok, namun kita lihat kenyataan bahwa saham perusahaan rokok mempunyai kapitalisasi paling besar di Bursa Efek, dan orang-orang berlomba membeli saham perusahaan rokok. Apakah ini melanggar ketentuan hukum? Tentu saja tidak, namun seperti dikatakan di atas, etika tidak dapat hanya dilihat dari sudut pandang hukum positif yang berlaku. Ini berkaitan dengan etika investasi seperti yang telah disebutkan di atas.
5.       Eksploitasi Anak Dalam Bisnis - iklan, hiburan, film
Sementara hampir semua orang berteriak tentang perlindungan anak-anak, di televisi iklan yang menggunakan anak-anak semakin gencar. Eksploitasi anak masih merupakan hal yang sangat jarang diperhatikan di Indonesia, apalagi bagi para pelaku bisnis. Semakin maraknya iklan di televisi yang menggunakan anak, bahkan bayi, sebagai penarik konsumen, menandakan rancunya jalan pemikiran masyarakat dalam kaitannya dengan etika. Sebagian besar masyarakat belum dapat membedakan eksploitasi dengan pengejaran keuntungan yang tidak melanggar etika bisnis.

Masih adanya praktek – praktek bisnis yang secara terang – terangan melanggar norma dan nilai – nilai. ada beberapa jawaban yang bisa diberikan :
1.      Itu adalah hal yang manusiawi bahwa tidak ada seseorang satupun yang bersih dan seratus persen etis dalam tindakkannya. Itu berarti manusiawi juga bahwa masih ada pelanggaran dalam dunia bisnis, bahkan kalaupun pelaku bisnis sudah menyadari betapa pentingnya berbisnis secara etis dan baik. Tapi ini tidak berarti bahwa bisnis tidak mengenal etika.
2.      Secara khusus bisnis di Indonesia, praktek bisnis yang tidak etis, tidak baik dan tidak fair. Sesungguhnya, hal itu disebabkan oleh sisitem ekonomi dan politik kita. Artinya, dimana suatu perusahan yang menang adalah perusahan yang mencari jalan pintas dengan memonopoli hak istimewa, perlindungan istimewa, kolusi, serta memanfaatkan jalur – jalur nepolisme yang ada. Maka akan sulit untuk menciptakan praktek bisnis yang etis dan baik. Dalam keadaan tersebut, jika pelaku bisnis melakukan bisnisnya dengan etis dan baik, maka dia akan disebut gila. Tapi jika perusahaan besar masih menjalankan bisnisnya dengan moral, maka hal itu tidak akan menjadi masalah yang besar. Namun, bagi perusahaan lain hal itu tidak akn bertahan lama. Maka, mereka beramai – ramai mencari koneksi, monopoli, kolusi melalui permainan dan manipulasi kotor yang merusak praktik bisnis. Dengan kata lain, kesadaran berbisnis secara etis dan baik belum memadai kalau tidak disertai dengan sistem ekonomi politik yang memberlakukan peraturan bisnis yang baik sera disertai dengan aparat pemerintahan yang bersifat tegas dan netral serta tidak pandang buku kepada siapa saja yang melanggar hak dan kepentingan orang lain. Maka, kesadaran tentang perilaku bisnis yang baik dan etis akan terlaksana dalam praktik bisnis. Terlepas dari kenyataan masih ada saja yang melanggar etika bisnis disana sini.
3.      Ada kemungkinan lain bahwa praktik bisnis melanggar norma dan nilai tertentu, karena pelakunya berada pada keadaan terpaksa. Artinya, dia sadar apa yang dia lakuakan telah melanggar etika bisnis, tapi dia terpaksa melakukannya karena alasan – alasan tertentu dan masuk akal dan dapat diterima. Dan pada kasus ini tidak perku diikutuk namun dimaklumi, kendati dalam segi hukumnya pelaku tetap dituntut

D.   Prinsip – Prinsip Etika Bisnis
Prinsip – prinsip dari etika bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika secara umumnya. Dan karena itu,tanpa melupakan kekhasan sisitem atau nilai dari masyarakat bisnis disini secara umum dapat dikemukan beberapa prinsip etika bisnis tersebut.
1.      Prinsip otonomi : dimana sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.orang otonom adalah orang yang sadar tentang apa yang menjadi kewajibannya di dalam dunia bisnis.
2.      Prinsip kejujuran : kini praktisi mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar kegiatan bisnis yang baik dan berjangka panjang. Dalam dunia bisnis kejujuran menemukan wujudnya kedalam beberapa aspek:
a.       Kejujuran terwujud dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontrak.
b.      Kejujuran menemukan wujudnya di dalam penawaran barang dan jasa dalam mutu yang baik.
c.       Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan.
Di dalam kejujuran terkait erat dengan kepercayaan. Dimana kepercayaan ini merupakan aset yang berharga bagi urusan bisnis, merupakan dasar usaha yang mngalirkan keuntungan berlimpah – limpah.
3.      Prinsip tidak berbuat jahat dan berbuat baik. Kedua prinsip ini berintikan prinsip moral yang baik kepada orang lain. Kita dituntut berbuat baik kepada siapa saja. Atas dasar prinsip inilah bisa dibangun semua prinsi yang lainnnya, misalnya kejujuran, tanggung jawab, keadilan dan sebagainya. Perwujudan kedua prinsip ini mengambil dua bentuk. Prinsip berbuat baik menuntut agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat baik kepada semua orang. Kedua, dengan wujud minimal dan pasif, sikap ini menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain.
4.      Prinsip keadilan : prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Dalam arti tertentu prinsip ini menunjang ketiga prinsip diatas. Prinsip ini mengatur kita agar bertindak sedemikian rupa, sehingga hak semua orang terlaksana secara kurang lebih sama sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
5.      Prinsip hormat pada diri sendiri : dalam arti tertentu, prinsip ini sudah mencangkup pada prinsip pertama dan kedua. Tapi disini disengaja dirumuskan secara khusus untuk menunjukan bahwa kita semua mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya untuk menghargai diri kita sendiri, sebagai pribadi yang mempunyai nilai sama seperti pribadi lainnya.

E.     Aliran Metode Etika
Dalam pengambilan keputusan etis orang banyak memiliki pertimbangan. Secara sederhana pertimbangan tadi dapat dipetakan atau diklasifikasikan. Selanjutnya pertimbangan ini dikenal dengan metode etika. Tujuannya bukanlah untuk mencari pertimbangan yang direkomendasikan, tapi untuk mencapai kejelasan pertimbangan mana yang sering kita pergunakan. Metode disisni berarti proses pertimbangan dan proses titik berangkatnya.
a.       Utilitarianisme
Adalah metode pengambilan keputusan hasil yang berpusat pada pertimbangan tentang hasil. Keunggulan metode ini dapat dilihat pada penekanan atas pertimbangan raional. Perimbangan dan penekanan tersebut mencangkuo kegunaan dan manfaat dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Ada tiga aspek yang selalu dipertimbangkan :
1.      Dimensi waktu: jangka panjang dan pendek
2.      Penerimaan : siapa yang termasuk di dalam mereka yang diperhitungkan
3.      Dimensi konsistensi rasionalitas
Metode ini berkonflik pada dirisendiri. Tujuannya untuk menghasilkan sebaik – baiknya, mungkin dari sebagian orang sering mengalami kesulitan. Bila jumlah manusia sebagai perhatian utama, mungkin sering kali kualitas kebaikan ysng mau dihasilkan dan distribusikan akan dikorbankan. Sebaliknya, jika kebaikan akan diutamakan, maka jumlah yang ingin dicapai akan dikorbankan. Mencari keseimbangan didua hal ini dapat menghasilkan keputusan yang rancu dan tidak memenuhi kaedah metode ini. Bahaya yang terbesar adalah apabila utilitarisme jatuh pada tirani dari mayoritas, dimana pengambilan hal yang baik dan siapa yang harus diperhitungkan semata – mata diambil dari sudut pandang mayoritas.
b.      Deontologi
Metode ini menekankan pada kewajiban sebagia faktir utama yang menjadi acuan.keunggulan dari metode ini adalah konsistensinya serta kelemahannya ini terletak pada kakunya metode ini.
c.       Kontrak sosial
Metode ini menekankan pada keadilan. Keadilan ini didefisinasikan sebagai suatu dimana pribadi diberikan penghargaan yang sama.

d.      Egoisme
Metode ini memekankan pada keputusan dan tindakan yang menghasilkan kebaikan pada kepentingan pribadi. Kekuatan dari metode ini terdapat di dalam fleksibilitas tindakan dan keputusan yang diambil. Senua tindakan harus dievaluasi dari sudut kepentingan jangka panjang sehingga berbagai pilihan dapat dimunculkan. Kekuatan lainnya adalah realitasnya, yaitu memang setiap orang memiliki motivasi yang besar untuk memperhatikan kepentingannya sendiri. Kelemahan dari teori ini terletak pada keyakinan orang yang mempertimbangkan dengan seksama segala kompleksitas tindakannya dalam perspektif jangka panjang.














IV.           PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Di dalam dunia ini bisnis, etika bisnis merupakan harga mati bagi para pelakunya, dan tidak bisa ditawar lagi.
Pada kenyataannya praktek bisnis yang ada di indonesia sulit dilakukan secara bersih, dimana dalam prakteknya ini banyak pelaku bisnis yang melanggar etika bisnis. Anggapan sulitnya berbisnis jika sesuai dengan etika yang selama ini mereka anut menyebabkan bisnis yang ada di Indonesia sulit berkembang dengan baik.
Paradigma seperti diatas harus dihapuskan, karena etika bisnis sekarang ini terasa sangat penting. membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.

B.   SARAN
             Tindakan yang etis, bagi perusahaan pada dasarnya akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat pro produktif.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin dapat menjadikan perusahaan menjadi kokoh. Kita harus mensinergikan antara etika dengan bisnis dengan menggunakan perilaku etika untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
V.              DAFTAR PUSTAKA

1.      Chandra, Robby I. (1995). Etika Dunia Bisnis. Jakarta: Penerbit Kanisius
2.      Agung, Lilik A.M. (2010). Ketika Nurani Ikut Berbisnis. Jakarta: Elex Media Komputindo
3.      Keraf, Dr. A Sonny. (2000). Pustaka Filsafat ETIKA BISNIS, Tuntutan dan Relevansinya. Jakarta : Penerbit Kanisius

No comments:

Post a Comment